Pernahkah kita bertemu seorang anak yang selalu diberi label "nakal"? Anak yang sering menguji kesabaran kita sebagai guru, yang tak jarang mendapat teguran, hukuman, bahkan marah dari kita dan orang² di sekitarnya? Anak yg terlihat keras kepala, suka melawan, dan tampak seperti tidak peduli pada apa pun di dunia ini?
Ada seorang murid di kelas saya yg seperti itu. Sebut saja namanya Ali. Dia sering terlambat masuk kelas, jarang menyelesaikan tugas, sering tidur saat pelajaran, bajunya tidak dimasukan dan kancing baju terbuka, bahkan kadang mengganggu teman-temannya. Hampir semua guru sudah menyerah dan menganggapnya "masalah" yang harus "dibinasakan" karena tidak bisa dibina. Suatu hari, setelah pelajaran selesai, saya memutuskan untuk duduk dengannya. Tapi kali ini, bukan untuk menasihati atau memarahiny, saya hanya ingin mendengar.
“Ali, apa kabar?” saya bertanya pelan sambil menepuk lembut pundaknya. Dia terlihat terkejut, mungkin karena jarang ada orang yg benar² menanyakan itu kepadanya.
Awalnya dia diam, menunduk, seolah tak ingin bicara. Tapi setelah beberapa menit hening, ia mulai bercerita—pelan², dengan suara yg lirih. Tentang keluarganya yg sedang dalam masalah, tentang pertengkaran orang tua yg selalu ia dengar setiap malam, tentang dia lari dari rumah dam tinggal di rumah neneknya karena ia merasa diabaikan di rumah, lalu mencari perhatian di sekolah dengan cara yg salah.
Saat itu, saya tidak berkata apa². Saya hanya mendengarkan. Mendengarkan dengn seluruh hati saya. Dan di akhir percakapan, saya hanya berkata, “Ali, terima kasih sudah mau cerita. Kalau kamu butuh tempat untuk bercerita lagi, saya selalu ada.”
Hari² setelah itu, saya mulai melihat perubahan kecil dalam dirinya. Ia mulai datang tepat waktu, lebih sering tersenyum, dan kadang² bahkan membantu teman-temannya. Tidak mudah memang, tapi percakapan sederhana itu membuka pintu yg selama ini tertutup rapat.
Sebagai guru, kita sering terburu-buru menilai anak dari perilakunya saja. Tapi pernahkah kita mencoba melihat lebih dalam? Anak² yg terlihat "nakal" seringkali adalah mereka yg menyimpan beban terberat. Mereka tidak butuh hukuman, mereka butuh didengar, mereka butuh deep dialog. Mereka butuh dirangkul, bukan dijatuhkan.
Keterampilan seni mendengar adalah seni yg harus kita asah sebagai guru. Mendengar bukan untuk menyudutkan, tapi untuk memahami. Menaruh hati pada setiap anak, mencintai mereka tanpa membeda-bedakan. Sebab mungkin, melalui kita, jalan hidup mereka akan menjadi lebih terang.
Dari pengalaman itu, saya merasa herua terus belajar, bukan hanya meningkatkan pemahaman akademik saya. Tapi belajar bagaimana "mendidik manusia". Mari bersama² menjadi guru yg mencintai tanpa syarat. Guru yg percaya bahwa setiap anak memiliki potensi untuk menjadi lebih baik, selama ada satu orang dewasa yg mau percaya pada mereka.
Apakah yg memiliki pengalaman dengan siswanya yang 'nakal' ? Cerita yuk...
#gurumeraki
#kembalimendidikmanusia
#berawaldarikelas
#berdampakuntukindonesia
#gerakansekolahmenyenangkan
0 comments:
Post a Comment